Udjo Ngalagena
Founder
5 Maret 1929, adalah hari di saat pasangan suami istri Wiranti dan Imi dikarunia putra keenam mereka, yang kemudian diberi nama Udjo.
Udjo kecil sudah memperlihatkan bakatnya dan ketertarikannya dalam dunia seni, musik dan budaya sejak usia balita. Udjo mempelajari Angklung dalam dua tangga nada dasar, yaitu diatonik dan pentatonik, hal ini menjadikannya mahir untuk memainkan berbagai jenis musik, mulai dari musik tradisional Sunda dan lagulagu popular Indonesia, serta juga, lagu dari negara Belanda.
Kepiawaiannya dalam berkesenian terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Dan kemudian Udjo menjadi seorang guru kesenian di beberapa sekolah di Bandung. Keinginannya untuk terus maju mendorongnya untuk mempelajari kesenian langsung dari para maestro kesenian Sunda, mereka adalah : Mang Koko sang ahli Kecapi; Rd. Machyar Angga Kusumahdinata seorang guru gamelan; dan Daeng Soetigna sang inventor Angklung diatonik. Tak lama kemudian, Udjo didaulat untuk menjadi asisten dari Daeng Soetigna, dan kemudian mewakilinya untuk memimpin sebuah pertunjukan musik.
Hasrat dan kecintaannya pada seni dan budaya menjadi alasan utama bagi Udjo Ngalagena dan istrinya Uum Sumiati untuk mendirikan Saung Angklung Udjo (SAU). Pernikahannya dengan Uum Sumiati dikaruniai 10 orang putra dan putri. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, mereka mewarisi hasrat dan kecintaan Udjo Ngalagena kepada Angklung.
Pada hari Sabtu tanggal 3 Maret 2001 Udjo Ngalagena wafat. SAU tidak berhenti sampai disini, kesepuluh putra-putrinya secara bersama-sama meneruskan langkah SAU untuk terus melestarikan dan mengembangkan budaya Sunda. Karena semangat yang tertanam di hati mereka memang tak kan pernah memudar.